Minggu, 10 Februari 2013

Optimalsisasi K3 Menuju Negeri berSafety Culture

-->
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan program pemerintah yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970. K3 mulai diundangkan sejak 12 Januari 1970, yang sekaligus ditetapkan sebagai hari lahirnya. Akan tetapi, meskipun undang-undang yang mengatur K3 telah ada sejak tahun 1970, sampai saat ini pelaksanaannya masih belum menyeluruh.
Sampai saat ini program K3 masih dipandang sebelah mata. Hal ini disebabkan kecil frekuensi kecelakaan di tempat kerja. Pengusaha menanggapi, K3 hanya buang-buang biaya. Pekerja berkomentar, K3 hanya memperlambat kerja. Yang demikian ini memang benar jika dipandang dari satu sisi saja. Akan tetapi jika diteliti dari sisi yang lain, pengusaha ataupun pekerja akan berpikir dua kali melontarkan komentar yang demikian. Kenapa? Karena cost atau biaya yang dikeluarkan untuk insiden kecelakaan kerja akan jauh berkali lipat dibandingkan yang dikeluarkan untuk pencegahannya. Dan pekerja tidak akan berkomentar kalau K3 hanya memperlambat kerja, jika mereka pernah mengalami cedera fatal di tempat kerja.
Revolusi K3 di Bumi Indonesia telah ada sejak era pemerintahan kolonial Belanda. Ini dapat dilihat dari penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Meski telah lama, kesadaran pelaksanaan K3 di Indonesia masih tergolong kecil. Sistem di negeri ini cenderung masih menerapkan pola ibarat menunggu bola. Menunggu terjadi insiden kecelakaan baru Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) bergerak dan pelaku kerja menyadari betapa pentingnya K3. Ini merupakan pola klasik yang selayaknya dihapuskan. Sebab pola pemikiran yang seperti inilah, Indonesia semakin tertinggal jauh dari bangsa lain dalam etos kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan instrumen utama yang memproteksi pengusaha, pekerja, dan masyarakat sekitar dari bahaya kecelakaan kerja. K3 bertujuan untuk mencegah, mengurangi, atau bahkan menihilkan resiko kecelakaan (zero accident) dalam bekerja. K3 tidak hanya diterapkan pada pekerjaaan yang bersifat lapangan, namun juga kantoran ataupun rumah sakit. Karena UU No.1 tahun 1970 telah menjelaskan bahwa setiap pekerjaan memiliki resiko atau bahaya. Walaupun resiko kecelakaan setiap pekerjaan akan berbeda.
Di Indonesia sendiri, angka kecelakaan di berbagai sektor masih sangat tinggi; industri, lalu-lintas, kebakaran, dan konstruksi. Kecelakaan di sektor-sektor itu setiap tahun terus mengalami kenaikan angka yang cukup signifikan. Sehingga angka keselamatanpun terus merosot dan mengalami degradasi, bahkan hampir mendekati titik dasar kulminasi. Bencana ini akibat dari transisi dari masyarakat agraris menuju industri. Dari low risk society menuju high risk society.
Menurut Teori Maslow, keselamatan berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan.
Berarti, makin meningkat kesejahteraan seseorang, kebutuhan keselamatan akan semakin tinggi. Potensi bahaya berbanding lurus dengan tingkat resiko, makin besar potensi resiko bahaya, dampaknyapun akan semakin besar. Semakin tinggi angka kecelakaan suatu negara, semakin rendah daya saing globalnya.
Hal ini berarti, jika Negara Indonesia menginginkan derajat kesejahteraannya setara dengan bangsa - bangsa yang sudah maju, perlu upaya jitu meningkatkan potensi keselamatan.  Karena kebutuhan akan keselamatan menunjukkan tinggi rendahnya  tingkat kesejahteraan. Dalam menyikapi hal ini, butuh strategi tepat sehingga usaha ini dapat tercapai dengan mudah. Untuk itu, tidak butuh hanya sekedar konsep kemudian orasi-orasi publik belaka. Perlu aktualisasi yang real. Mengingat tidak ada keberhasilan tanpa aktualisasi dari konsep yang telah dimiliki. Bagaimana merealisasikan hal ini? Apakah mungkin Negara Indonesia dapat memiliki predikat sebagai negara sejahtera?
Indonesia telah memiliki program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Program ini merupakan terobosan tepat yang dapat menjawab semua pertanyaan dan keraguan yang melanda. Mengapa? Kemajuan Negara diukur dari pendapatan perkapita yang merupakan hasil dari rata-rata penghasilan penduduk per-tahun. Sedang syarat pokok memperoleh pendapatan adalah melalui proses bekerja. Dengan begitu, jika konsep K3 benar - benar diterapkan secara penuh dalam realita kerja, bukan hal yang tidak mungkin negeri ini sedikit demi sedikit kemajuan Tanah Air akan terdongkrak. Menyusul ketertinggalan dari bangsa lain.
Untuk itu, kesadaran akan kedudukan K3 harus terus digalakkan. Harus dipahami K3 bukanlah program yang merugikan; mengurangi keuntungan atau membuang-buang waktu. K3 merupakan program yang akan menjamin keberlangsungan pekerja ataupun pengusaha. Dengan adanya program ini, pengusaha tidak akan dirugikan dan pekerjapun sedikit telah terjamin keselamatannya. Karena peranan K3 merupakan sebagai upaya pencegahan. Pencegahan tentu akan lebih baik dari pada penanggulangan.  Atau ibarat pepatah mengatakan ‘sedia payung sebelum hujan’.
Penerapan K3 dalam mencegah terjadinya insiden - insiden kecelakaan dapat berupa pemeriksaan kesehatan sebelum diterima kerja/ melakukan kerja, pemakaian peralatan - peralatan K3 seperti safety helmet (helm keselamatan), safety belt (sabuk keselamatan), sepetu boot, dll. Ini sangat penting untuk mencegah kejadian yang sama sekali tidak diinginkan. Ironisnya, masih banyak pekerja tambang atau konstruksi bangunan yang masih mengabaikan hal ini. Mereka sering terlibat dalam pekerjaan tanpa menggunakan peralatan K3; helm. Disebabkan pengusaha yang tidak menyediakannya, karena anggapan penyakit atau kecelakaan merupakan personal risk pekerja dan perusahaan tidak bertanggung jawab. Ataupun sengaja tidak mau memakainya, sebab merasa tidak nyaman.  Akibatnya ketika terjadi insiden di tempat kerja yang megenai kepala, cidera yang dialami berakibat fatal. Dan pengusahapun terancam kehilangan pekerja.
Melihat kebutuhan terhadap K3 yang begitu penting. Penerapan K3 mutlak harus dilaksanakan. Dan untuk memaksimalkannya, penerapan K3 tidak hanya dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi perusahaan jangka panjang yang memberi keuntungan berlimpah pada masa yang akan datang. Karena tanpa pekerja, perusahaan tidak akan dapat melaksanakan rutinitas kinerja kesehariannya.
Lalu bagaimana wujud konkret cara mengimplementasikan K3 dalam bekerja? Dalam PP No. 50 Tahun 2012 telah dijelaskan, setiap pemberi kerja wajib menerapkan SMK3 (Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja). PP ini merupakan pelaksanaan dari pasal 87 UU No. 13/2003. Yang isinya, perusahaan besar dengan jumlah karyawan 100 orang atau lebih, bersifat kerja organisasi, mengandung bahaya atau resiko yang tinggi, wajib mengimplementasikan SMK3 (Sistem Manajemen K3). Dan perusahaan kecil yang sifat kerjanya tidak mengandung bahaya atau resiko tinggi, maka cukup dengan mempekerjakan seorang safety officer atau ahli K3 umum. Karena, semua tempat kerja memiliki resiko atau bahaya (UU no.1 tahun 1970). Jadi, semua pekerja harus tetap waspada dengan bahaya laten ditempat kerja. Jika bukan bahaya fisik instan, tentu ancaman penyakit yang mungkin saja terjadi bertahun - tahun kemudian.
Sudah saatnya Indonesia menjadi bangsa sejahtera, pengusaha dan pekerja serta pihak Kemnakertrans harus sadar untuk lebih meningkatkan performa K3 di setiap organisasi kerja di Indonesia. Karena angka kecelakaan kerja di Indonesia masih lebih tinggi dibanding negara-negara lain di Asia tenggara, bahkan di Asia. Angka yang dilaporkan pemerintahpun belum tentu angka konkret. Masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak melaporkan insiden-insiden kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerjanya. Bahkan penghargaan zero accidentpun patut dipertanyakan metode penilaiannya. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

safety culture, safety indonesian country

idaniaobuchowski mengatakan...

Slots for Real Money (Las Vegas) - Mapyro
Slots for 성남 출장마사지 Real Money (Las Vegas). 시흥 출장안마 Mapyro Real Money is a casino 영천 출장안마 information service that 대전광역 출장마사지 provides online 이천 출장마사지 casino reviews and tips for Las Vegas

Posting Komentar