-->
A. Latar
Belakang Masalah
Syiah
adalah mazhab yang pertama lahir dalam Islam. Mazhab Syiah memiliki visi
politiknya sendiri, sebagian dekat dan sebagian lain jauh dari agama. Mazhab
ini tampil pada akhir masa pemerintahan Utsman, kemudian tumbuh dan
berkembang pada masa Ali bin Abi Thalib.
Setiap kali Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi
bakat-bakat, kekuatan beragama, dan ilmunya. Karena
itu para propagandis Syiah mengeksploitasi kekaguman mereka terhadap Ali untuk
menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya.
Di antara
pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali yang sekaligus
keturunan Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak
mengalami penyiksaan pada masa bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap
keturunan Ali semakin mendalam. Mereka
memandang Ahlil bait ini sebagai Syuhada dan korban
kedzaliman. Dengan demikian, semakin meluaslah
daerah mazhab Syiah dan pendukungnya semakin banyak. Golongan Syiah beranggapan bahwa
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya lebih berhak menjadi
khalifah dari pada
orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah
khalifah ini adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai
pandangan mereka di bidang agama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Apa sebenarnya pengertian Syi’ah?
2.
Bagaimana
sejarah munculnya aliran Syi’ah?
3.
Apa saja
prinsip dan konsep dalam Syi’ah?
4.
Apa macam-macam aliran Syi’ah?
C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan latar belakang dan
permasalahan di atas, dengan ditulisnya makalah ini diharapkan menjadi stimulus bagi pembaca untuk
mengidentifikasi macam-macam Mazhab Syiah yang ada di Indonesia, sebagai berikut.
1.
Menjelaskan pengertian Syi’ah.
2.
Mengetahui sejarah aliran Syi’ah.
3.
Mengetahui prinsip dan konsep dalam aliran Syi’ah.
4.
Mengidentifikasi macam-macam aliran Syi’ah.
D.
Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan
kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, sebagai
pengembang ilmu. Secara praktis, bermanfaat bagi.
1.
Penulis,
sebagai penambah wawasan mengenai mazhab Syi’ah.
2.
Pembaca,
sebagai salah satu sumber bacaan tentang mazhab Syi’ah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Syi’ah
Secara bahasa, kata syi’ah berarti para
pengikut, partisipan, sekelompok orang (firqah wa jama`ah) yang memperlihatkan kesamaan sikap
atas suatu masalah atau suatu keyakinan yang mereka dukung dan bela. Syi’ah juga disinonimkan dengan
“Pengikut Ali Bin Abi Thalib” (atba`uh wa
ansaruh). Karena mereka mengikuti dan
mempercayai kepemimpinan Imam Ali Bin Abi Thalib langsung setelah nabi dan tidak mengakui para khalifah
sebelumnya yakni, khalifah
Abu Bakar Ashidiq, Umar Bin Khattab, dan Usman Bin Affan.
B. Sejarah
Kemunculan Syi’ah
Nama Syi'ah pada awal mulanya berarti golongan,
firqah dalam bahasa Arab.
Tetapi telah pada permulaan Islam nama ini terutama digunakan untuk suatu golongan yang
tertentu, yaitu golongan yang
sepaham dan membela Ali bin Abi Thalib, khalifah yang keempat, suami dari anak junjungan kita Nabi
Muhammad SAW., bernama Fatimah dan kemenakan penuh
dari Nabi, karena ia anak pamannya
Abu Thalib, saudaranya ayahnya. Dalam
masa salaf, zaman Nabi dan sahabatnya, perkataan ini belum digunakan orang, tetapi untuk itu
dipakai perkataan Ahlil Bait atau
Alawi atau Bani Ali atau Ba Alawi. Orang-orang Syi'ah itu, artinya orang-orang
yang masuk golongan Saidina
Ali, mempercayai bahwa Saidina Ali itulah orang yang berhak menjadi pengganti Nabi sesudah
wafatnya, begitu pula khalifahan itu
turun-menurun kepadanya, sebagai orang yang berhak menjadi Imam, yaitu kepala masyarakat kaum muslimin,
karena mereka itulah, yang juga
dinamakan Ahlil Bait, yang lebih mengetahui dan lebih dekat serta lebih meyakini akan ajaran
Nabi Muhammad.
Pada masa awal, Syi’ah merupakan
kelompok perjuangan sosial politik. Tetapi
dengan pergeseran perkembangan yang terjadi dari tangan bangsa Arab ke tangan
bangsa non-Arab, maka motivasi politis asal berkembang menjadi suatu sekte
keagamaan dengan dogmanya sendiri, sebagai postulat teologisnya. Dorongan
keagamaan yang fundamental diperoleh dari kematian yang kejam dan berdarah dari
Husein, anak Ali Bin Abi Tholib dari Fatimah, di Karbala di tangan pemerintah
Bani Umayyah pada 671 M.
Dalam perkembangan selanjutnya, Syi’ah
terpecah dalam berbagai kelompok. Perpecahan itu disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya: perbedaan prinsip dan ajaran yang berakibat timbulnya kelompok
yang ekstrim (al-Ghulat) dan moderat;
karena perbedaan pendirian tentang siapa yang harus menjadi imam sepeninggal
Husein Bin Ali Bin Abi Tholib (imam ketiga), sesudah Ali Zainal Abidin (imam
keempat), dan sesudah ja’far Shadiq (Imam keenam). Dari kelompok-kelompok
tersebut yang paling terkenal adalah Zaidiyah, Ismailiyah dan Itsna Asyariyah. Dua kelompok yang tersebut terakhir
termasuk Syi’ah Imamiyah.
Antara kelompok moderat dan ekstrim
sepakat bahwa Ali Bin Abi Tholib adalah Khalifah pilihan Nabi Muhammad dan
beliau orang yang paling utama. Namun keduanya tidak bersikap sama dalam
menetapkan keutamaan Ali Bin Abi Tholib. Kelompok moderat terbatas hanya pada
mengutamakan Ali bin Abi Tholib atas semua sahabat, tidak sampai mengkafirkan semua sahabat dan tidak
mengkultuskan Ali bin Abi Tholib hingga dipandang mengatasi semua manusia,
tidak mengangkat imam
ke derajat kenabian bahkan tidak sampai mendekati kederajat itu.
Adapun kelompok ekstrim adalah kelompok
al-Saba’iyah yang dipimpin oleh
Abdullah bin Saba’. Kelompok ini menyakini imam sebagai inkarnasi Tuhan dan
pembawa zat Ketuhanan. Suatu kelompok yang sangat kecil, yaitu aliran Ali bin
Abi Tholib Ilahi, bahkan percaya bahwa imam adalah benar-benar Tuhan dan Tuhan
sendiri tidak punya tempat di samping imam.
Akan tetapi kelompok yang ekstrim ini tidak mewakili mayoritas Syi’ah.
Adapula kelompok ekstrim yang
berkeyakinan bahwa jibril telah berbuat salah dalam memberikan wahyu kepada
Muhammad. Seharusnya wahyu diberikan kepada Ali bin Abi Tholib.
Kelompok-kelompok ekstrim tersebut dianggap telah keluar dari agama Islam.
Di kalangan Syi’ah moderat juga terjadi
perpecahan. Perpecahan pertama terjadi sepeninggal
Husein wafat. Perpecahan itu disebabkan oleh
perselisihan tentang siapa pengganti Husein. Sekelompok
pengikut Husein berpendirian bahwa yang berhak diangkat sebagai imam adalah
Muhammad bin Hanafiyah, seorang putra Ali bin Abi Tholib tapi bukan Fatimah.
Kelompok ini dikenal dengan nama Kaisaniyah. Sedangkan kelompok lain berpendirian
bahwa yang berhak menjadi imam adalah seorang putra laki-laki Husein bernama
Ali Zainal Abidin.
Perpecahan kedua terjadi ketika Ali
Zainal Abidin wafat. Sekelompok
Syi’ah berpendirian bahwa yang berhak menjadi imam adalah seorang putra Ali
Zainal Abidin yang bernama Zaid. Kelompok ini kemudian dikenal dengan nama
Zaidiyah. Sementara kelompok lain mengakui Abu Ja’far Muhammad Al Baqir, juga
seorang putra Ali Zainal Abidin, sebagai imam baru. Kelompok ini dikenal dengan
sebutan Imamiyah.
Kelompok Imamiyah kemudian terpecah
setelah Abu Abdullah Ja’far Shodiq meninggal. Sekelompok
Imamiyah mengakui bahwa putranya yang bernama Ismail sebagai imam ketujuh.
Menurut mereka, hal itu didasarkan pada nash dari ayahnya, Ja’far Shodiq. Oleh
karena itu, kelompok ini disebut Ismailiyah. Kelompok ini kemudian disebut juga Sab’iyah.
Menurut Ismailiyah, walaupun Ismail
telah wafat, mereka tetap berkeyakinan bahwa keimaman terus berlangsung.
Sebagai penerusnya adalah para imam yang tersembunyi. Bagi mereka imam yang berjumlah tujuh
itu adalah imam dhohir (nyata), sedangkan para penerusnya adalah imam al
muntadzar (yang dinanti-nantikan) atau al mastur (imam yang disembunyikan). Karena mereka berpendapat bahwa setelah
Ismail wafat masih ada imam-imam yang tersembunyi, maka sekelompok ini biasa
disebut Bathiniyah. Sedang Abu Zahrah
menjelaskan adanya penyebab lain kelompok ini disebut Batiniyah. Penyebab lain
tersebut adalah: pertama, karena mereka mempunyai kecenderungan
untuk menyembunyikan diri dan pahamnya dari orang lain. Pada mulanya hal ini
merupakan akibat dari perburuan terhadap diri mereka, tetapi lama-kelamaan
menjadi kebiasaan mereka. Kedua, karena mereka mengatakan bahwa syari’at itu
ada yang lahir ada yang batin. Masyarakat Islam hanya mengetahui yang lahir
sedang imam memiliki pengetahuan batin, bahkan yang lebih dalam lagi dari itu.
Kelompok Imamiyah yang lain adalah Imamiyah Itsna Asyariyah. Menurut
kelompok ini, jumlah imam seharusnya dua belas dan sebagai imam terakhir adalah
Muhammad bin Abu Muhammad Hasan Al Askari, yang menghilang pada usia empat atau
lima tahun yang kemudian disebut dengan nama Muhammad Al Mahdi Al Muntadzar.
Adapun dua belas imam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ali Bin Abi
Tholib
2. Hasan Bin
Ali Bin Abi Tholib
3. Husein Bin
Ali Bin Abi Tholib
4. Ali Bin
Husein
5. Muhammad Bin
Ali Al Baqir
6. Ja’far Bin
Muhammad Al Shodiq
7. Musa Bin
Ja’far Al Kazim
8. Ali Bin ABi
Tholib Bin Musa Al Ridha
9. Muhammad Bin
Ali Bin Al Jawad
10. Ali Bin
Muhammad Al Naqi’
11. Al Hasan Bin
Ali Al Askari
12. Muhammad Bin
Al Hasan Al Mahdi
C. Prinsip dan Konsep Ajaran Syi’ah
Dalam mazhab Syi’ah secara umum berpegang
pada prinsip dan konsep pemikiran sebagaimana yang disebutkan Ali Syari’ati,
antara lain:
1.
‘Ismah
(kesucian para imam dari dosa), yaitu keyakinan yang menyatakan bahwa pemimpin
suatu masyarakat mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan. Kayakinan pada
‘ismah mencegah Syi’ah dari berbaur atau berhubungan dengan penguasa-penguasa
yang korup. Sepanjang sejarah
islam, ‘ismah telah menjadi penghalang antara masa yang beriman dengan
orang-orang yang ingin mengeksploitasi masyarakat dengan mengatasnamakan agama.
2.
Wisayah
(pengangkatan wasi dan wali oleh nabi), yaitu pengangkatan yang di lakukan oleh
Nabi dengan mengumumkan seorang mukmin yang paling saleh sebagai pengganti
beliau dalam mendakwahkan pesan agama islam.
3.
Imamah
(kepemimpinan orang-orang saleh) pada hakekatnya adalah kepemimpinan progesif
dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya, guna
membimbing manusia dan membangun masyarakat di atas pondasi yang benar dan
kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan dan kemandirian
dalam mengambil keputusan.
4.
‘Adl
(keadilan dalam semua tindakan Tuhan) yaitu suatu keyakinan pada suatu konsep
bahwa keadilan adalah sifat intrinsik Allah. Dengan demikian, setiap tindakan
manusia harus dinilai oleh-NYA.Karena itu ‘adl adalah infrastruktur sistem
dunia. Konsekuensinya,
jika suatu masyarakat tidak dibangun atas landasan ini, maka ia adalah masyarakat yang sakit dan
menyimpang, yang pasti akan hancur. Oleh sebab itu, sistem-sistem kehidupan
haruslah didasarkan atasnya dan karena kenyataan ini, kediktatoran dan
ketidakadilan dalam pemerintah adalah sistem-sistem anti Tuhan yang tidak
alamiyah, yang mesti ditumbangkan dan dihancurkan.
5.
Sunnah
(praktek Nabi suci). Dalam keyakinan mazhab Syi’ah, mereka adalah penjaga dan
pemelihara sunnah Nabi dan musuh dari berbagai bid’ah atau inovasi. Ali adalah
manifestasi dari mengikuti, melanjutkan, dan benar-benar menyandarkan diri pada
prosedur-prosedur Muhammad.
6.
Shafa’ah
(pertolongan dari salah seorang 14 manusia suci bagi orang-orang beriman pada
hari kiamat), bagi mazhab Syi’ah faktor untuk menjamin keselamatan di akhirat
dengan penuh tanggung jawab menegakkan agama islam di muka bumi ini.
7.
Du’a
(do’a atau permohonan), adalah teks permohonan yang mengajarkan, menyadarkan
dan menanamkan kebaikan serta keindahan.
Selain itu mazhab Syi’ah menjalankan
tradisi-tradisi yang disebutkan oleh Syirazi, yang menjadi ciri khas mereka,
antara lain seperti;
1.
Kebiasaan
penggabungan (jama’) shalat dzuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya, dengan
alasan untuk menghilangkan kesulitan dalam pengamalannya.
2.
Sujud di
atas tanah, sehingga kebanyakan pengikut Syi’ah menyimpan sepotong tanah kering
yang telah dicetak dan suci dari najis yang disebut dengan turabah, yang
digunakan sebagai alas sujud waktu shalat.
3.
Ziarah ke
makam Nabi, para imam ahlil bait, dan pemuka ulama islam, adalah perbuatan yang
dianjurkan.
4.
Melaksanakan
acara duka (aza) untuk mengenang para pejuang islam yang telah gugur, khusunya
para syuhada dalam peristiwa karbala. Khususnya pada hari-hari asyura untuk
memperingati kesyahidan Husein Bin Ali dan memberikan penghormatan kepada
ruh-ruh suci para pejuang tersebut. Berkaitan
dengan asyura mereka juga memanjatkan do’a-do’a dengan menggunakan wasilah
(tawasul), yang pada hakikatnya adalah memohon pada Allah melalui perantaraan
manusia-manusia yang sudah dipercayai oleh Allah untuk dijadikan wasilah-NYA.
5.
Praktek
nikah mut’ah menurut Syi’ah merupakan jenis pernikahan yang legal (mashru’),
pernikahan mut’ah memiliki banyak kesamaan dengan nikah da’im, seperti adanya
mahar, tidak adanya penghalang bagi pihak wanita untuk melaksanakan pernikahan,
hukum-hukum yang berhubungan dengan anak yang dihasilkan dari pernikahan, dan
keharusan melakukan masa ‘iddah.
6.
Keharusan
membayar khumus, yaitu
mengeluarkan 20 persen dari penghasilan, setelah dikurangi dengan biaya
kebutuhan hidup selama satu tahun. Ini merupakan pajak islam yang dipungut demi
memenuhi kebutuhan hidup bersama dalam masyarakat muslim.
Pemahaman-pemahaman dan praktek-praktek
yang berlangsung dari suatu mazhab yang berkembang di kalangan muslim tidak
terlepas dengan kultur budaya yang melingkupinya. Suatu mazhab yang dianut oleh
masyarakat yang mendiami suatu tempat yang berbeda, akan dengan sendirinya
terjadi penyesuaian-penyesuaian dengan budaya lokal. Demikian juga dengan
mazhab Syi’ah yang berkembang di Indonesia. Ragam
tradisi ini berkembang sesuai dengan komunitas masyarakatnya yang tidak
terlepas dari mazhab yang dianut oleh masyarakat dimana budaya itu berkembang.
D. Macam-Macam Syi’ah
1.
Syi’ah
Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah adalah aliran syi’ah
yang paling moderat. Tokoh aliran ini adalah Zaid bin Ali Zainal Abidin.
Masalah utama yang dikaji dalam aliran ini adalah tentang
Imamah. Syi’ah zaidiyah berpendapat bahwa imam seharusnya dari keturunan Ali-Fatimah,
tetapi tidak menolak jika pemimpin
jabatan itu berasal dari orang lain asalkan memenuhi syarat. Syarat–syarat menjadi imam adalah laki-laki, baligh, berakal, muslim,
alim, adil, pemberani, kuat dan berjiwa pemimpin. Dalam ensiklopedia Islam disebutkan bahwa seseorang
dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni keturunan
Fatimah binti Rasulullah, berpengetahuan luas tentang agama, zahid, berjihad di
jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani. Karena sifat-sifat itu
terdapat dalam diri Ali bin Abi Tholib sehingga diangkat menjadi imam.
Menurut Syi’ah Zaidiyah imamah tidak
harus dengan nash, tetapi boleh dengan ikhtiar atau pemilihan. Selain itu,
madzhab ini juga berpendapat bahwa
seorang imam itu tidak harus ma’sum (terpelihara
batinnya dari dosa). Imam hanyalah berfungsi untuk menyelesaikan
masalah-masalah hukum syari’at sehingga dapat ditemukan jalan keluarnya. Mazhab
ini mempunyai paham tentang bolehnya membaiat dua imam dalam dua daerah
kekuasaan yang berbeda selama mereka memiliki sifat-sifat yang telah
disyaratkan sebagai imam dan selama keduanya dipilih secara bebas Ahlul
hali wal aqdi. Pandangan madzhab ini
tidak bertumpu pada legitimasi nash, bahkan golongan ini berani keluar dari
aturan dogmatis yang mengatakan bahwa imam harus berasal dari keturunan Ali.
2.
Syi’ah Ismailiyah
a.
Imamah
Golongan Syi’ah ismailiyah muncul
setelah Abu Ja’far wafat. Kelompok
ini berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Abu Ja’far adalah putranya yang
bernama Ismail. Hal itu didasarkan nash Abu Ja’far yang menunjuk Ismail sebagai
penggantinya. Setelah Ismail wafat, maka datang silih berganti imam-imam yang
bersembunyi.
Di samping pendapat diatas, Syi’ah
ismailiyah juga mempunyai pendapat sebagai berikut:
1.
Limpahan
cahaya ilahi dalam bentuk
pengetahuan yang dilimpahkan Allah pada para imam.
2.
Seorang
imam tidak harus menampakkan diri dan dikenal, tetapi dapat tersembunyi,
meskipun begitu ia wajib dipatuhi. Ia adalah imam Mahdi.
3.
Seorang imam
tidak bertanggung jawab pada siapapun, dan siapapun tidak boleh
mempersalahkannya ketika ia melakukan suatu perbuatan.
b.
Nubuwat
Penganut Syi’ah ismailiyah percaya
bahwa bumi ini tidak akan terwujud tanpa hujjatullah atau bukti dari Tuhan.
Hujjatullah itu ada dua macam, yaitu natiq atau yang berbicara dan shamit atau
yang diam.
c.
Sifat
Tuhan
Syi’ah ismailiyah juga termasuk aliran
yang menolak bahwa Tuhan memiliki sifat. Menurut mereka bila Tuhan memiliki
sifat maka Tuhan sama dengan makhluk-NYA. Sikap seperti ini mereka ambil dalam
rangka mensucikan Allah. Jadi, terhadap ungkapan seperti Tuhan berkuasa dan
Tuhan mengetahui, itu mereka artikan dengan Tuhanlah yang memberi kekuasaan dan
pengetahuan, bukan berarti kekuasaan dan pengetahuan itu melekat pada zat
Tuhan.
3.
Syi’ah
Itsna Asyariyah
a.
Imamah
Syi’ah ini juga membahas mengenai
masalah imamah. Bagi kelompok ini, imamah
adalah posisi ilahiyah bagi kepemimpinan spiritual dan temporal kaum muslimin. Pandangan mereka itu didasarkan pada
Surat Al-Baqarah ayat 124.
Artinya: “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji
Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Maka Allah berfirman : “sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam
bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari
keturunanku.” Allah berfirman : “Janjiku I I tidak mengenai orang yang zalim.”
Tujuh
butir mendasar mengenai Imamah :
1.
Imamah
adalah hak prerogative Allah
Artinya kelompok ini berpendapat bahwa
imam yang sah untuk menggantikan Nabi Muhammad adalah Ali Bin Abi Thalib karena
beliau pilihan nabi Muhammad dan ia orang yang paling utama. Dalam pandanagan
mereka, kedudukan Ali satu tingkat lebih tinggi disbanding manusia biasa, dan
ia merupakan perantara antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu, menurut
mereka, Abu Bakar dan Umar adalah orang yang telah merampas jabatan khalifah
Ali sebagai pemilik yang sah.
2.
Imam
harus terhindar dari dosa dan khilaf karena pemeliharaan ilahi
Kepercayaan bahwa imam adalah pilihan
Allah yang kehadirannya menjadi penjaga bagi kepentingan agama, maka ia harus
maksum dan mumpuni dalam semua ilmu agama. Oleh karena itu, ijma’ atau kesepakatan ulama islam baru dapat dianggap
sebagai salah satu dasar hukum islam kalau sudah direstui oleh imam.
3.
Selama
manusia ada di muka bumi, tidak mungkin tidak ada imam yang sejati
Mereka berkeyakinan bahwa imam
keduabelas meskipun sudah menghilang sejak umur lima tahun, namun sampai
sekarang masih hidup dan kelak akan muncul kembali di dunia.
4.
Imam
harus didukung oleh Allah, yang Maha Agung
5.
Perbuatan
manusia tidak terlepas dari penglihatanimam
6.
Imam
harus mempunyai pengetahuan tentang semua yang dibutuhkan manusia dalam
kehidupan sehari-harinya dan juga persiapan bagi kehidupan nanti
7.
Mustahil
seseorang melampaui imam dalam kualitas sublimnya
b.
Sifat
Tuhan
Menurut Itsna Asyariyah, esensi Tuhan
bersifat immateri sehingga Dia tidak memiliki sifat-sifat kejasmanaian. Tuhan
mustahil dibatasi oleh ruang dan waktu. Ali bin Abi Thalib, panutan Syi’ah,
membuat pernyataan tegas yang menolak pandangan kejasmanian Allah dan
menempatkan Allah di atas kualitas-kualitas yang dapat disifatkan pada
makhluk-Nya.
Kaum Sy’ah Itsna Asyariyah, sebagaimana
kaum muslimin lainnya, meyakini keesaan Allah yang meliputi dua jenis, pertama, Esa dalam esensi (zat) –Nya dan
keniscayaan eksistensi-Nya. Dia ada dengan sendirinya. Dia di luar setiap
materi dan secara potensi tidak tersusun dari suatu apapun. Dia tidak tumbuh
dan berkembang menjadi wujud-wujud lain, baik dalam bentuk gagasan maupun dalam
bentuk nyata. Kedua, sifat-sifat Allah mempunyai sifat dasar yang sama
sebagaimana halnya Zat-Nya. Ada dua jenis sifat Allah, yaitu positif dan negatif.
Sebagian sifat positif Allah antara lain: Maha Hidup, Maha Tahu, Maha Kuasa dan
Kekal. Sedangkan sifat-sifat negative Allah adalah bahwa Allah lepas dan jauh
dari setiap keterbatasan. Sifat ini juga disebut sifat-sifat keagungan atau
Kemuliaan yang memustahilkan Dia diciptakan.
c.
Janji dan
Ancaman Tuhan
Tuhan pasti melaksanakan
janji-janji-Nya. Akan tetapi, Dia melakukan hal demikian itu bukan karena
keterpaksaan. Dia niscaya akan memenuhi janji-janji-Nya karena ini sesuai
dengan keadilan dan kemestian, dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
prinsip ini tidak berarti tidak konsisten. Meskipun demikian, Dia tidak wajib atau harus bertindak
sesuai dengan prinsip itu, dalam pengertian Dia wajib, lebih daripada sekedar
pilihan moral, untuk berbuat demikian.
d.
Keadilan
Tuhan
Syi’ah Itsna Asy’ariyah berpandangan
sebagaimana yang dikemukakan oleh teolog imamiyah terkemuka, Syaikh al-Mufid:
Allah Maha Adil, Maha Pemurah. Dia menciptakan
manusia untuk menyembah-Nya dan melarang manusia membangkang kepada-Nya.
Dia tidak akan membebani seseorang dengan kewajiban di luar kemampuannya.
Penciptaan-Nya jauh dari asal-asalan dan tindakan-tindakan-Nya jauh dari
semena-mena. Dia jauh dari mencampurtangani tindakan hamba-hamba-Nya dan jauh
dari memaksa manusia melakukan suatu perbuatan. Dia tidak menghukum seorang
hamba kecuali karena melakukan perbuatan dosa dan tidak mengutuk manusia
kecuali karena melakukan tindakan jahat. Dia tidak berbuat zalim, bahkan
seberat atom pun.
e.
Perbuatan
Manusia
Menurut Syi’ah Asy’ariyah
tindakan-tindakan manusia itu dilakukan manusia sendiri setelah Allah
menanamkan dalam diri manusia kemampuan untuk melaksanakan atau menghindari
tindakan itu. Kebaikan dan kejahatan dilakukan karena kehendak bebas manusia,
maksudnya, manusia memiliki pilihan untuk melakukan salah satu darinya atau
meninggalkannya. Allah yang Maha Suci menghimbau hamba-Nya untuk melakukan
perbuatan baik dan menghindarkan diri dari perbuatan buruk.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Syi’ah adalah
salah satu aliran Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan keturunannya
yang pantas menjadi pemimpin (khalifah) setelah Nabi Muhammad SAW. wafat.
Aliarn ini sangat fanatik dengan Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap bahwa Ali
dipilih langsung oleh nabi sebagai penggantinya.
Dalam
ajaran-ajaran syi’ah persoalan yang sangat menonjol adalah mengenai imamah.
Beberapa aliran syi’ah banyak yang menyimpang pada ajaran Islam. Namun pada
aliran syi’ah zaidiyah tidak terlalu banyak terjadi penyimpangan.
B.
Saran
Sebaiknya jangan
terlalu fanatik terhadap Ali bin Abi Thalib. Kita harus tetap berpegang teguh
pada agama Allah, agar tidak terpengaruh terhadap ajaran-ajaran yang sesat. Dan
tidak menimbulkan paham-paham yang dapat menyesatkan.
Ibid.; Lihat Ibn
Manzur, Lisan al-`Arab di bawah daftar kata “Sy-ya-`ain”, j. 33, Beirut
: Dar Sadir li al-
Tiba`ah wa al-Nasyr, hlm. 188-189;
Lihat juga Ibn Khaldun, `Abd al-Rahman b. Muhammad b.