Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau disingkat K3
merupakan program pemerintah. Program ini lahir dari keprihatinan akan
banyaknya kecelakaan yang terjadi ditempat kerja yang mengakibatkan
penderitaan bagi pekerja mapun keluarga pekerja. Karena frekuensi
kecelakaan kerja tidak begitu banyak, maka banyak yang memandang sebelah
mata pada program ini. Pengusaha bilang, ini cost atau buang buang
biaya. Pekerja berkomentar, memperlambat pekerjaan. Dua duanya benar,
jika hanya dilihat dari satu sisi saja. Tapi kalau dicermati
sisilainnya, tentunya pengusaha akan berpikir dua kali berkata demikian.
Kenapa? Karena cost yang dikeluarkan untuk suatu insiden kecelakaan
kerja akan jauh berkali lipat dibandingkan yang dikeluarkan untuk
pencegahannya. Bagi pekerja, jika sudah terkena cidera atau fatality,
tentu tidak akan berani berkata lagi kalau K3 itu hanya memperlambat
pekerjaan.
Undang Undang dibidang K3 sudah ada sejal tahun 1970 yaitu UU no. 1
tahun 1970 yang mulai diundangkan tanggal 12 Januari 1970 yang juga
dijadikan hari lahirnya K3. Namun, hingga tahun 2000anlah K3 baru mulai
banyak dikenal. Kemana saja selama ini regulasi K3 tersebut diatas? Ya,
mati surilah kalau boleh dikatakan begitu. Kenapa mati suri? Karena
belum ada kesadaran baik dari pihak pengusaha, pekerja bahkan dari pihak
Depnakertrans sendiri sebagai pengawas. Kenapa belum ada kesadaran?
Karena belum tertimpa insiden kecelakaan kerja. jadi, istilahnya
menunggu bola, kalau dapat bola baru bergerak. Ini pola klasik, pola
pecundang. Ini sebabnya negara kita tidak maju maju, karena masih
dilandasi oleh pola berpikir yang tidak efektif tersebut. Kalau saja
Depnakertrans bertindak tegas, bergerak cepat, tentu kemajuan
implementasi K3, sudah lebih maju daripada yang ada sekarang ini.
Lalu bagaimana caranya mengimplementasikan K3? Jika anda perusahaan
besar dengan jumlah karyawan 100 orang atau lebih atau sifat kerja
organisasi anda yang mengandung bahaya atau resiko yang tinggi, maka
wajib mengimplementasi SMK3 (Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan
Kerja). Jika anda perusahaan kecil dan sifat kerjanya tidak mengandung
bahaya atau resiko tinggi, maka anda hanya pekerjakan seorang safety
officer atau ahli K3 umum. Karena, semua tempat kerja memiliki resiko
atau bahaya. Itulah definisi tempat kerja menurut UU no.1 tahun 1970.
Jadi, anda harus tetap waspada dengan bahaya laten ditempat kerja. Jika
bukan baha fisik instan, tentu ancaman penyakit yang mungkin saja
terjadi bertahun tahun kemudian.
Jadi, sudah saatnya pengusaha dan pekerja serta pihak depnakertrans
sendiri sadar untuk lebih meningkatkan performa K3 di semua organisasi
di Indonesia, karena angka kecelakaan kerja di Indonesia masih lebih
tinggi dibanding negara2 lainnya di Asia tenggara, bahkan di Asia. Angka
yang dilaporkan pemerintahpun belum tentu angka konkrit. Masih banyak
perusahaan2 yang tidak melaporkan insiden2 kecelakaan kerja yang terjadi
ditempat kerjanya. Bahkan penghargaan zero accidentpun patut
dipertanyakan metode penilaiannya.
Sumber: kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar