Kamis, 24 Januari 2013

Histori Madzhab Syiah

-->
A.    Latar Belakang Masalah
Syiah adalah mazhab yang pertama lahir dalam Islam. Mazhab Syiah memiliki visi politiknya sendiri, sebagian dekat dan sebagian lain jauh dari agama. Mazhab ini tampil pada  akhir masa pemerintahan Utsman, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa Ali bin Abi Thalib. Setiap kali Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan ilmunya. Karena itu para propagandis Syiah mengeksploitasi kekaguman mereka terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya.
Di antara pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali yang sekaligus keturunan Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami penyiksaan pada masa bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali semakin mendalam. Mereka memandang Ahlil bait ini sebagai Syuhada dan korban kedzaliman. Dengan demikian, semakin meluaslah daerah mazhab Syiah dan pendukungnya semakin banyak. Golongan Syiah beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya lebih berhak menjadi khalifah dari pada orang lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan mereka di bidang agama.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1.     Apa sebenarnya pengertian Syi’ah?
2.     Bagaimana sejarah munculnya aliran Syi’ah?
3.     Apa saja prinsip dan konsep dalam Syi’ah?
4.    
1
Apa macam-macam  aliran Syi’ah?
C.   Tujuan Makalah
Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan di atas, dengan ditulisnya makalah ini diharapkan menjadi stimulus bagi pembaca untuk mengidentifikasi macam-macam Mazhab Syiah yang ada di Indonesia, sebagai berikut.
1.     Menjelaskan pengertian Syi’ah.
2.     Mengetahui sejarah aliran Syi’ah.
3.     Mengetahui prinsip dan konsep dalam aliran Syi’ah.
4.     Mengidentifikasi macam-macam aliran Syi’ah.
D.   Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, sebagai pengembang ilmu. Secara praktis, bermanfaat bagi.
1.     Penulis, sebagai penambah wawasan mengenai mazhab Syi’ah.
2.     Pembaca, sebagai salah satu sumber bacaan tentang mazhab Syi’ah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Syi’ah
Secara bahasa, kata syi’ah berarti para pengikut, partisipan, sekelompok orang (firqah wa jama`ah)[1] yang memperlihatkan kesamaan sikap atas suatu masalah atau suatu keyakinan yang mereka dukung dan bela. Syi’ah juga disinonimkan dengan “Pengikut Ali Bin Abi Thalib” (atba`uh wa ansaruh)[2]. Karena mereka mengikuti dan mempercayai kepemimpinan Imam Ali Bin Abi Thalib langsung setelah nabi dan tidak mengakui para khalifah sebelumnya yakni, khalifah Abu Bakar Ashidiq, Umar Bin Khattab, dan Usman Bin Affan.

B.    Sejarah Kemunculan Syi’ah
3
Nama Syi'ah pada awal mulanya berarti golongan, firqah dalam bahasa Arab. Tetapi telah pada permulaan Islam nama ini terutama digunakan untuk suatu golongan yang tertentu, yaitu golongan yang sepaham dan membela Ali bin Abi Thalib, khalifah yang keempat, suami dari anak junjungan kita Nabi Muhammad SAW., bernama Fatimah dan kemenakan penuh dari Nabi, karena ia anak pamannya Abu Thalib, saudaranya ayahnya. Dalam masa salaf, zaman Nabi dan sahabatnya, perkataan ini belum digunakan orang, tetapi untuk itu dipakai perkataan Ahlil Bait atau Alawi atau Bani Ali atau Ba Alawi. Orang-orang Syi'ah itu, artinya orang-orang yang masuk golongan Saidina Ali, mempercayai bahwa Saidina Ali itulah orang yang berhak menjadi pengganti Nabi sesudah wafatnya, begitu pula khalifahan itu turun-menurun kepadanya, sebagai orang yang berhak menjadi Imam, yaitu kepala masyarakat kaum muslimin, karena mereka itulah, yang juga dinamakan Ahlil Bait, yang lebih mengetahui dan lebih dekat serta lebih meyakini akan ajaran Nabi Muhammad.
Pada masa awal, Syi’ah merupakan kelompok perjuangan sosial politik. Tetapi dengan pergeseran perkembangan yang terjadi dari tangan bangsa Arab ke tangan bangsa non-Arab, maka motivasi politis asal berkembang menjadi suatu sekte keagamaan dengan dogmanya sendiri, sebagai postulat teologisnya. Dorongan keagamaan yang fundamental diperoleh dari kematian yang kejam dan berdarah dari Husein, anak Ali Bin Abi Tholib dari Fatimah, di Karbala di tangan pemerintah Bani Umayyah pada 671 M.
Dalam perkembangan selanjutnya, Syi’ah terpecah dalam berbagai kelompok. Perpecahan itu disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: perbedaan prinsip dan ajaran yang berakibat timbulnya kelompok yang ekstrim (al-Ghulat) dan moderat; karena perbedaan pendirian tentang siapa yang harus menjadi imam sepeninggal Husein Bin Ali Bin Abi Tholib (imam ketiga), sesudah Ali Zainal Abidin (imam keempat), dan sesudah ja’far Shadiq (Imam keenam). Dari kelompok-kelompok tersebut yang paling terkenal adalah Zaidiyah, Ismailiyah dan Itsna Asyariyah. Dua kelompok yang tersebut terakhir termasuk Syi’ah Imamiyah.
Antara kelompok moderat dan ekstrim sepakat bahwa Ali Bin Abi Tholib adalah Khalifah pilihan Nabi Muhammad dan beliau orang yang paling utama. Namun keduanya tidak bersikap sama dalam menetapkan keutamaan Ali Bin Abi Tholib. Kelompok moderat terbatas hanya pada mengutamakan Ali bin Abi Tholib atas semua sahabat, tidak sampai mengkafirkan semua sahabat dan tidak mengkultuskan Ali bin Abi Tholib hingga dipandang mengatasi semua manusia, tidak mengangkat imam ke derajat kenabian bahkan tidak sampai mendekati kederajat itu.
Adapun kelompok ekstrim adalah kelompok al-Saba’iyah yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’. Kelompok ini menyakini imam sebagai inkarnasi Tuhan dan pembawa zat Ketuhanan. Suatu kelompok yang sangat kecil, yaitu aliran Ali bin Abi Tholib Ilahi, bahkan percaya bahwa imam adalah benar-benar Tuhan dan Tuhan sendiri tidak punya tempat di samping imam. Akan tetapi kelompok yang ekstrim ini tidak mewakili mayoritas Syi’ah.
Adapula kelompok ekstrim yang berkeyakinan bahwa jibril telah berbuat salah dalam memberikan wahyu kepada Muhammad. Seharusnya wahyu diberikan kepada Ali bin Abi Tholib. Kelompok-kelompok ekstrim tersebut dianggap telah keluar dari agama Islam.
Di kalangan Syi’ah moderat juga terjadi perpecahan. Perpecahan pertama terjadi sepeninggal Husein wafat. Perpecahan itu disebabkan oleh perselisihan tentang siapa pengganti Husein. Sekelompok pengikut Husein berpendirian bahwa yang berhak diangkat sebagai imam adalah Muhammad bin Hanafiyah, seorang putra Ali bin Abi Tholib tapi bukan Fatimah. Kelompok ini dikenal dengan nama Kaisaniyah. Sedangkan kelompok lain berpendirian bahwa yang berhak menjadi imam adalah seorang putra laki-laki Husein bernama Ali Zainal Abidin.
Perpecahan kedua terjadi ketika Ali Zainal Abidin wafat. Sekelompok Syi’ah berpendirian bahwa yang berhak menjadi imam adalah seorang putra Ali Zainal Abidin yang bernama Zaid. Kelompok ini kemudian dikenal dengan nama Zaidiyah. Sementara kelompok lain mengakui Abu Ja’far Muhammad Al Baqir, juga seorang putra Ali Zainal Abidin, sebagai imam baru. Kelompok ini dikenal dengan sebutan Imamiyah.
Kelompok Imamiyah kemudian terpecah setelah Abu Abdullah Ja’far Shodiq meninggal. Sekelompok Imamiyah mengakui bahwa putranya yang bernama Ismail sebagai imam ketujuh. Menurut mereka, hal itu didasarkan pada nash dari ayahnya, Ja’far Shodiq. Oleh karena itu, kelompok ini disebut Ismailiyah. Kelompok ini kemudian disebut juga Sab’iyah.
Menurut Ismailiyah, walaupun Ismail telah wafat, mereka tetap berkeyakinan bahwa keimaman terus berlangsung. Sebagai penerusnya adalah para imam yang tersembunyi. Bagi mereka imam yang berjumlah tujuh itu adalah imam dhohir (nyata), sedangkan para penerusnya adalah imam al muntadzar (yang dinanti-nantikan) atau al mastur (imam yang disembunyikan). Karena mereka berpendapat bahwa setelah Ismail wafat masih ada imam-imam yang tersembunyi, maka sekelompok ini biasa disebut Bathiniyah. Sedang Abu Zahrah menjelaskan adanya penyebab lain kelompok ini disebut Batiniyah. Penyebab lain tersebut adalah: pertama, karena mereka mempunyai kecenderungan untuk menyembunyikan diri dan pahamnya dari orang lain. Pada mulanya hal ini merupakan akibat dari perburuan terhadap diri mereka, tetapi lama-kelamaan menjadi kebiasaan mereka. Kedua, karena mereka mengatakan bahwa syari’at itu ada yang lahir ada yang batin. Masyarakat Islam hanya mengetahui yang lahir sedang imam memiliki pengetahuan batin, bahkan yang lebih dalam lagi dari itu.
Kelompok Imamiyah yang lain adalah Imamiyah Itsna Asyariyah. Menurut kelompok ini, jumlah imam seharusnya dua belas dan sebagai imam terakhir adalah Muhammad bin Abu Muhammad Hasan Al Askari, yang menghilang pada usia empat atau lima tahun yang kemudian disebut dengan nama Muhammad Al Mahdi Al Muntadzar. Adapun dua belas imam tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Ali Bin Abi Tholib
2.     Hasan Bin Ali Bin Abi Tholib
3.     Husein Bin Ali Bin Abi Tholib
4.     Ali Bin Husein
5.     Muhammad Bin Ali Al Baqir
6.     Ja’far Bin Muhammad Al Shodiq
7.     Musa Bin Ja’far Al Kazim
8.     Ali Bin ABi Tholib Bin Musa Al Ridha
9.     Muhammad Bin Ali Bin Al Jawad
10.  Ali Bin Muhammad Al Naqi’
11.  Al Hasan Bin Ali Al Askari
12.  Muhammad Bin Al Hasan Al Mahdi



C.   Prinsip dan Konsep Ajaran Syi’ah
Dalam mazhab Syi’ah secara umum berpegang pada prinsip dan konsep pemikiran sebagaimana yang disebutkan Ali Syari’ati, antara lain:
1.   ‘Ismah (kesucian para imam dari dosa), yaitu keyakinan yang menyatakan bahwa pemimpin suatu masyarakat mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan. Kayakinan pada ‘ismah mencegah Syi’ah dari berbaur atau berhubungan dengan penguasa-penguasa yang korup. Sepanjang sejarah islam, ‘ismah telah menjadi penghalang antara masa yang beriman dengan orang-orang yang ingin mengeksploitasi masyarakat dengan mengatasnamakan agama.
2.   Wisayah (pengangkatan wasi dan wali oleh nabi), yaitu pengangkatan yang di lakukan oleh Nabi dengan mengumumkan seorang mukmin yang paling saleh sebagai pengganti beliau dalam mendakwahkan pesan agama islam.
3.   Imamah (kepemimpinan orang-orang saleh) pada hakekatnya adalah kepemimpinan progesif dan revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya, guna membimbing manusia dan membangun masyarakat di atas pondasi yang benar dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan dan kemandirian dalam mengambil keputusan.
4.   ‘Adl (keadilan dalam semua tindakan Tuhan) yaitu suatu keyakinan pada suatu konsep bahwa keadilan adalah sifat intrinsik Allah. Dengan demikian, setiap tindakan manusia harus dinilai oleh-NYA.Karena itu ‘adl adalah infrastruktur sistem dunia. Konsekuensinya, jika suatu masyarakat tidak dibangun atas landasan ini, maka  ia adalah masyarakat yang sakit dan menyimpang, yang pasti akan hancur. Oleh sebab itu, sistem-sistem kehidupan haruslah didasarkan atasnya dan karena kenyataan ini, kediktatoran dan ketidakadilan dalam pemerintah adalah sistem-sistem anti Tuhan yang tidak alamiyah, yang mesti ditumbangkan dan dihancurkan.
5.   Sunnah (praktek Nabi suci). Dalam keyakinan mazhab Syi’ah, mereka adalah penjaga dan pemelihara sunnah Nabi dan musuh dari berbagai bid’ah atau inovasi. Ali adalah manifestasi dari mengikuti, melanjutkan, dan benar-benar menyandarkan diri pada prosedur-prosedur Muhammad.
6.   Shafa’ah (pertolongan dari salah seorang 14 manusia suci bagi orang-orang beriman pada hari kiamat), bagi mazhab Syi’ah faktor untuk menjamin keselamatan di akhirat dengan penuh tanggung jawab menegakkan agama islam di muka bumi ini.
7.   Du’a (do’a atau permohonan), adalah teks permohonan yang mengajarkan, menyadarkan dan menanamkan kebaikan serta keindahan.

Selain itu mazhab Syi’ah menjalankan tradisi-tradisi yang disebutkan oleh Syirazi, yang menjadi ciri khas mereka, antara lain seperti;
1.   Kebiasaan penggabungan (jama’) shalat dzuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya, dengan alasan untuk menghilangkan kesulitan dalam pengamalannya.
2.   Sujud di atas tanah, sehingga kebanyakan pengikut Syi’ah menyimpan sepotong tanah kering yang telah dicetak dan suci dari najis yang disebut dengan turabah, yang digunakan sebagai alas sujud waktu shalat.
3.   Ziarah ke makam Nabi, para imam ahlil bait, dan pemuka ulama islam, adalah perbuatan yang dianjurkan.
4.   Melaksanakan acara duka (aza) untuk mengenang para pejuang islam yang telah gugur, khusunya para syuhada dalam peristiwa karbala. Khususnya pada hari-hari asyura untuk memperingati kesyahidan Husein Bin Ali dan memberikan penghormatan kepada ruh-ruh suci para pejuang tersebut. Berkaitan dengan asyura mereka juga memanjatkan do’a-do’a dengan menggunakan wasilah (tawasul), yang pada hakikatnya adalah memohon pada Allah melalui perantaraan manusia-manusia yang sudah dipercayai oleh Allah untuk dijadikan wasilah-NYA.
5.   Praktek nikah mut’ah menurut Syi’ah merupakan jenis pernikahan yang legal (mashru’), pernikahan mut’ah memiliki banyak kesamaan dengan nikah da’im, seperti adanya mahar, tidak adanya penghalang bagi pihak wanita untuk melaksanakan pernikahan, hukum-hukum yang berhubungan dengan anak yang dihasilkan dari pernikahan, dan keharusan melakukan masa ‘iddah.
6.   Keharusan membayar khumus, yaitu mengeluarkan 20 persen dari penghasilan, setelah dikurangi dengan biaya kebutuhan hidup selama satu tahun. Ini merupakan pajak islam yang dipungut demi memenuhi kebutuhan hidup bersama dalam masyarakat muslim.

Pemahaman-pemahaman dan praktek-praktek yang berlangsung dari suatu mazhab yang berkembang di kalangan muslim tidak terlepas dengan kultur budaya yang melingkupinya. Suatu mazhab yang dianut oleh masyarakat yang mendiami suatu tempat yang berbeda, akan dengan sendirinya terjadi penyesuaian-penyesuaian dengan budaya lokal. Demikian juga dengan mazhab Syi’ah yang berkembang di Indonesia. Ragam tradisi ini berkembang sesuai dengan komunitas masyarakatnya yang tidak terlepas dari mazhab yang dianut oleh masyarakat dimana budaya itu berkembang.

D.   Macam-Macam  Syi’ah
1.       Syi’ah Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah adalah aliran syi’ah yang paling moderat. Tokoh aliran ini adalah Zaid bin Ali Zainal Abidin. Masalah utama yang dikaji dalam aliran ini adalah tentang Imamah. Syi’ah zaidiyah berpendapat bahwa imam seharusnya dari keturunan Ali-Fatimah, tetapi  tidak menolak jika pemimpin jabatan itu berasal dari orang lain asalkan memenuhi syarat.  Syarat–syarat menjadi imam adalah laki-laki, baligh, berakal, muslim, alim, adil, pemberani, kuat dan berjiwa pemimpin. Dalam ensiklopedia Islam disebutkan bahwa seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria, yakni keturunan Fatimah binti Rasulullah, berpengetahuan luas tentang agama, zahid, berjihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani. Karena sifat-sifat itu terdapat dalam diri Ali bin Abi Tholib sehingga diangkat menjadi imam.
Menurut Syi’ah Zaidiyah imamah tidak harus dengan nash, tetapi boleh dengan ikhtiar atau pemilihan. Selain itu, madzhab ini juga berpendapat bahwa seorang imam itu tidak harus ma’sum (terpelihara batinnya dari dosa). Imam hanyalah berfungsi untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum syari’at sehingga dapat ditemukan jalan keluarnya. Mazhab ini mempunyai paham tentang bolehnya membaiat dua imam dalam dua daerah kekuasaan yang berbeda selama mereka memiliki sifat-sifat yang telah disyaratkan sebagai imam dan selama keduanya dipilih secara bebas Ahlul hali  wal aqdi. Pandangan madzhab ini tidak bertumpu pada legitimasi nash, bahkan golongan ini berani keluar dari aturan dogmatis yang mengatakan bahwa imam harus berasal dari keturunan Ali.

2.       Syi’ah Ismailiyah
a.       Imamah
Golongan Syi’ah ismailiyah muncul setelah Abu Ja’far wafat. Kelompok ini berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Abu Ja’far adalah putranya yang bernama Ismail. Hal itu didasarkan nash Abu Ja’far yang menunjuk Ismail sebagai penggantinya. Setelah Ismail wafat, maka datang silih berganti imam-imam yang bersembunyi.
Di samping pendapat diatas, Syi’ah ismailiyah juga mempunyai pendapat sebagai berikut:
1.   Limpahan cahaya ilahi dalam bentuk pengetahuan yang dilimpahkan Allah pada para imam.
2.   Seorang imam tidak harus menampakkan diri dan dikenal, tetapi dapat tersembunyi, meskipun begitu ia wajib dipatuhi. Ia adalah imam Mahdi.
3.   Seorang imam tidak bertanggung jawab pada siapapun, dan siapapun tidak boleh mempersalahkannya ketika ia melakukan suatu perbuatan.
b.     Nubuwat
Penganut Syi’ah ismailiyah percaya bahwa bumi ini tidak akan terwujud tanpa hujjatullah atau bukti dari Tuhan. Hujjatullah itu ada dua macam, yaitu natiq atau yang berbicara dan shamit atau yang diam.
c.     Sifat Tuhan
Syi’ah ismailiyah juga termasuk aliran yang menolak bahwa Tuhan memiliki sifat. Menurut mereka bila Tuhan memiliki sifat maka Tuhan sama dengan makhluk-NYA. Sikap seperti ini mereka ambil dalam rangka mensucikan Allah. Jadi, terhadap ungkapan seperti Tuhan berkuasa dan Tuhan mengetahui, itu mereka artikan dengan Tuhanlah yang memberi kekuasaan dan pengetahuan, bukan berarti kekuasaan dan pengetahuan itu melekat pada zat Tuhan.
3.       Syi’ah Itsna Asyariyah
a.       Imamah
Syi’ah ini juga membahas mengenai masalah imamah. Bagi kelompok ini, imamah adalah posisi ilahiyah bagi kepemimpinan spiritual dan temporal kaum muslimin. Pandangan mereka itu didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 124.
 Artinya: “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Maka Allah berfirman : “sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman : “Janjiku I I tidak mengenai orang yang zalim.”

Tujuh butir mendasar mengenai Imamah :
1.   Imamah adalah hak prerogative Allah
Artinya kelompok ini berpendapat bahwa imam yang sah untuk menggantikan Nabi Muhammad adalah Ali Bin Abi Thalib karena beliau pilihan nabi Muhammad dan ia orang yang paling utama. Dalam pandanagan mereka, kedudukan Ali satu tingkat lebih tinggi disbanding manusia biasa, dan ia merupakan perantara antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu, menurut mereka, Abu Bakar dan Umar adalah orang yang telah merampas jabatan khalifah Ali sebagai pemilik yang sah.
2.   Imam harus terhindar dari dosa dan khilaf karena pemeliharaan ilahi
Kepercayaan bahwa imam adalah pilihan Allah yang kehadirannya menjadi penjaga bagi kepentingan agama, maka ia harus maksum dan mumpuni dalam semua ilmu agama. Oleh karena itu, ijma’ atau kesepakatan ulama islam baru dapat dianggap sebagai salah satu dasar hukum islam kalau sudah direstui oleh imam.
3.   Selama manusia ada di muka bumi, tidak mungkin tidak ada imam yang sejati
Mereka berkeyakinan bahwa imam keduabelas meskipun sudah menghilang sejak umur lima tahun, namun sampai sekarang masih hidup dan kelak akan muncul kembali di dunia.
4.   Imam harus didukung oleh Allah, yang Maha Agung
5.   Perbuatan manusia tidak terlepas dari penglihatanimam
6.   Imam harus mempunyai pengetahuan tentang semua yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-harinya dan juga persiapan bagi kehidupan nanti
7.   Mustahil seseorang melampaui imam dalam kualitas sublimnya
b.      Sifat Tuhan
Menurut Itsna Asyariyah, esensi Tuhan bersifat immateri sehingga Dia tidak memiliki sifat-sifat kejasmanaian. Tuhan mustahil dibatasi oleh ruang dan waktu. Ali bin Abi Thalib, panutan Syi’ah, membuat pernyataan tegas yang menolak pandangan kejasmanian Allah dan menempatkan Allah di atas kualitas-kualitas yang dapat disifatkan pada makhluk-Nya.
Kaum Sy’ah Itsna Asyariyah, sebagaimana kaum muslimin lainnya, meyakini keesaan Allah yang meliputi dua jenis, pertama, Esa dalam esensi (zat) –Nya dan keniscayaan eksistensi-Nya. Dia ada dengan sendirinya. Dia di luar setiap materi dan secara potensi tidak tersusun dari suatu apapun. Dia tidak tumbuh dan berkembang menjadi wujud-wujud lain, baik dalam bentuk gagasan maupun dalam bentuk nyata. Kedua, sifat-sifat Allah mempunyai sifat dasar yang sama sebagaimana halnya Zat-Nya. Ada dua jenis sifat Allah, yaitu positif dan negatif. Sebagian sifat positif Allah antara lain: Maha Hidup, Maha Tahu, Maha Kuasa dan Kekal. Sedangkan sifat-sifat negative Allah adalah bahwa Allah lepas dan jauh dari setiap keterbatasan. Sifat ini juga disebut sifat-sifat keagungan atau Kemuliaan yang memustahilkan Dia diciptakan.
c.       Janji dan Ancaman Tuhan
Tuhan pasti melaksanakan janji-janji-Nya. Akan tetapi, Dia melakukan hal demikian itu bukan karena keterpaksaan. Dia niscaya akan memenuhi janji-janji-Nya karena ini sesuai dengan keadilan dan kemestian, dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip ini tidak berarti tidak konsisten. Meskipun demikian, Dia tidak wajib atau harus bertindak sesuai dengan prinsip itu, dalam pengertian Dia wajib, lebih daripada sekedar pilihan moral, untuk berbuat demikian.
d.      Keadilan Tuhan
Syi’ah Itsna Asy’ariyah berpandangan sebagaimana yang dikemukakan oleh teolog imamiyah terkemuka, Syaikh al-Mufid: Allah Maha Adil, Maha Pemurah. Dia menciptakan  manusia untuk menyembah-Nya dan melarang manusia membangkang kepada-Nya. Dia tidak akan membebani seseorang dengan kewajiban di luar kemampuannya. Penciptaan-Nya jauh dari asal-asalan dan tindakan-tindakan-Nya jauh dari semena-mena. Dia jauh dari mencampurtangani tindakan hamba-hamba-Nya dan jauh dari memaksa manusia melakukan suatu perbuatan. Dia tidak menghukum seorang hamba kecuali karena melakukan perbuatan dosa dan tidak mengutuk manusia kecuali karena melakukan tindakan jahat. Dia tidak berbuat zalim, bahkan seberat atom pun.
e.       Perbuatan Manusia
Menurut Syi’ah Asy’ariyah tindakan-tindakan manusia itu dilakukan manusia sendiri setelah Allah menanamkan dalam diri manusia kemampuan untuk melaksanakan atau menghindari tindakan itu. Kebaikan dan kejahatan dilakukan karena kehendak bebas manusia, maksudnya, manusia memiliki pilihan untuk melakukan salah satu darinya atau meninggalkannya. Allah yang Maha Suci menghimbau hamba-Nya untuk melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari perbuatan buruk.




BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A.   Simpulan
Syi’ah adalah salah satu aliran Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan keturunannya yang pantas menjadi pemimpin (khalifah) setelah Nabi Muhammad SAW. wafat. Aliarn ini sangat fanatik dengan Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap bahwa Ali dipilih langsung oleh nabi sebagai penggantinya.
Dalam ajaran-ajaran syi’ah persoalan yang sangat menonjol adalah mengenai imamah. Beberapa aliran syi’ah banyak yang menyimpang pada ajaran Islam. Namun pada aliran syi’ah zaidiyah tidak terlalu banyak terjadi penyimpangan.
B.    Saran
Sebaiknya jangan terlalu fanatik terhadap Ali bin Abi Thalib. Kita harus tetap berpegang teguh pada agama Allah, agar tidak terpengaruh terhadap ajaran-ajaran yang sesat. Dan tidak menimbulkan paham-paham yang dapat menyesatkan.


[1] Ibrahim Mustafa, et.al (t.t), al-Mu`jam al-Wasit, Turki : al-Maktabah al-Islamiyyah, hlm. 503.
[2] Ibid.; Lihat Ibn Manzur, Lisan al-`Arab di bawah daftar kata “Sy-ya-`ain”, j. 33, Beirut : Dar Sadir li al-
Tiba`ah wa al-Nasyr, hlm. 188-189; Lihat juga Ibn Khaldun, `Abd al-Rahman b. Muhammad b.
Khaldun (t.t), Muqaddimah Ibn Khaldun, Beirut : Dar al-Jayl, hlm. 217.

0 komentar:

Posting Komentar