Kamis, 17 Januari 2013

Menyoal Pemberangusan Demokrasi pada Guru


Datangnya tahun 2013 membawa kejutan besar bagi para guru. Kalangan guru menerima hadiah tahun baru berupa rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Revisi ini dianulir akan menimbulkan pemberangusan terhadap demokrasi guru. Organisai-organisasi profesi guru yang selama ini kritis terhadap pemerintah akan terbungkam jika revisi ini memang benar disahkan. Tidak hanya itu, revisi ini akan membubarkan organisasi yang telah ada dan meleburnya dalam satu wadah organisasi. Ini memang tidak relevan dengan konteks zaman sekarang. Sehingga, banyak yang mengecam buruk dan mengkritik rencana revisi PP ini.
Mengutip dari Antara (03/01), Semenjak dilaksanakan uji publik Desember lalu, sejumlah organisasi di luar PGRI menolak diberlakukannya revisi PP 74/2008. Seperti Federasi Serikat Guru Independen (FSGI), Forum Guru Independen Indonesia (FGII), dan Ikatan Guru Indonesia (IGI). Mereka dengan lantang meneriakkan penolakan mereka terhadap revisi ini. Karena pada dasarnya isi dari revisi ini telah  melanggar pasal 28 UUD 1945 mengenai hak berserikat dan berkumpul.

Penolakan organisasi profesi guru ini berbalikan dengan realita yang ada pada zaman Orde Baru, dimana guru hanya patuh diposisikan sebagai kelompok yang masih segan dengan pelbagai norma: digugu lan ditiru (diteladani dan diikuti). Atau, peribahasa guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Guru harus menjadi sosok yang patuh, karena harus memberi keteladanan kepada muridnya. Selain itu, represi dari pemerintahan Orde Baru juga mempunyai campur tangan. Walaupun kenyataannya peraturan apapun yang dibuat oleh pemerintah pada zaman itu pasti dipatuhi. Termasuk organisasi profesi tunggal.
Seiring dengan reformasi, guru memiliki atmosfer baru. Sosok guru adalah individu yang tak dapat lepas dari hasrat demokrasi seperti individu lain. Hal ini memunculkan minat berorganisasi yang pada dasarnya adalah hasrat berserikat sebagai makhluk sosial. Jika muncul berbagai organisasi, pastilah merupakan potret ‘kepentingan’ secara bersama. Otomatis anggota dari organisasi memiliki visi dan misi yang sama.
Kekhawatiran sejumlah organisasi terhadap revisi PP Guru merupakan hal wajar dan dapat dipahami. Mereka takut ‘suara dan kritis’nya hendak diberangus oleh pemerintah dengan revisi ini. Siapapun pasti belum lupa dengan catatan 32 tahun dalam pemerintahan yang sarat represi. Pada saat itu, organisasi profesi menjadi kendaraan politik yang melanggengkan Orde Baru. Meski kita mencatat tumbangnya kekuasaan itu. Namun kita juga mecatat ‘trauma’ khalayak pada hal-hal seba power.
Upaya revisi PP 74/2008 oleh pemerintah sebenarnya bertujuan baik. Pemerintah bermaksud menyempurnakan PP tersebut. Hal itu dimaksudkan, agar guru tidak sibuk di berbagai organisasi keprofesian, namun secara penuh pada satu organisasi. Sehingga, akan lebih fokus pada pendidikan peserta didik. Lebih-lebih peserta didik merupakan fokus utama dalam pendidikan. Tanpa adanya peserta didik guru tidak akan mempunyai peran.
Namun yang menjadi lebih mengkhawatirkan lagi, bisa jadi dalam revisi ini terdapat konspirasi pihak-pihak tertentu yang berkepentingan. Akibatnya, Pendidikan yang semula difungsikan sebagai sarana memperbaiki bobroknya sistem pemerintahan negara ini, malah ikut tergerus dan hanyut oleh sistem itu sendiri.
Akibat jangka panjang, pemerintahan yang sudah bobrok ini akan memiliki sistem yang tertutup atau kembali pada masa Orde Baru. Hanya dikendalikan oleh penguasa-penguasa yang menduduki jabatan. Rakyat tidak tahu apa-apa yang terjadi dalam pemerintahan. Sementara, pendidikan tidak mampu mengkritisi pemerintah. Karena pemerintah sendiri telah membatasi perserikatan pelaku pendidikan.
Mumpung revisi PP tentang guru masih tahap uji publik, hendaknya benar-benar dicermati. Semua pihak harus saling koreksi untuk mendapat PP terbaik untuk guru. Pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam mengesahkan revisi ini. Jangan sampai pengesahan revisi PP tentang guru ini menghantarkan pada masa lalu. Andai ini terjadi, yang ada adalah kemunduran bangsa ini. Bukan kemajuan yang lebih baik. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

0 komentar:

Posting Komentar