Rabu, 16 Januari 2013

Menasionalkan Nasionalisme


Tepat pada tanggal sepuluh november enam puluh tujuh tahun silam sebuah peristiwa bersejarah terjadi di Surabaya. Sepetik perjuangan yang mencerminkan betapa besar nilai cinta masyarakat kepada Indonesia (baca; nasionalisme) pada masa itu. Kenyataan itu bertolak belakang dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Masyarakat mengalami degradasi nasionalisme yang memprihatinkan. Banyak yang merasa malu mengakui keIndonesia-annya. Padahal perilaku nasionalisme yang telah ada sejak nenek moyang itu sudah sepantasnya dimiliki dan dipertahankan oleh setiap warga negara. Sebagai bekal menghadapi zaman yang semakin mengglobal.

Nasionalisme menciptakan setiap pemeluknya mempunyai jiwa rela menyerahkan segala yang dimiliki untuk bangsanya. Berdasar hal itu nasionalisme menjadi hal yang sangat penting bagi setiap bangsa dan negara. Nasionalisme merupakan penentu eksistensi suatu negara. Dianggap atau tidaknya negara di mata dunia bergantung pada seberapa besar tertanam rasa nasionalisme  pada warganya. Hal ini  menjadikan nasionalisme sebagai sasaran pertama dan utama yang akan diinjak-injak oleh setiap negara berkepentingan menjajah dan mengeksploitasi.
Nasionalisme menjadi pusat perhatian yang harus dikembangkan. Dalam mengembangkan nasionalisme diperlukan penelaahan lebih lanjut pada aspek historisnya. Mengkaji historisitas nasionalisme tak dapat lepas dari pemikiran-pemikiran tokoh penggerak semangat nasionalisme. Salah satu tokoh mumpuni pencetus nasionalisme adalah Hasan Al-Banna. Hasil-hasil pemikirannya tak perlu diragukan lagi. Beliau mengklasifikasikan Nasionalisme menjadi dua tipe; Nasionalisme kelompok dan Nasionalisme bangsa.
Nasionalisme Kelompok
Jiwa nasionalisme memang harus dimiliki oleh penganut kelompok. Ini menjadi modal utama berproses dalam suatu kelompok sosial. Ketika seorang mengikuti kelompok tanpa memiliki rasa nasionalisme, maka akan dipertanyakan keeksistensiannya. Apakah dia itu benar-benar anggota atau sekedar musuh dalam selimut? Semakin tinggi rasa nasionalisme yang ia sematkan, maka akan menjadi semakin baik. Karena ia akan menjadi sosok yang mampu dan rela melakukan pembelaan mati-matian terhadap kelompok ketika sedang dilecehkan.
Namun di sisi lain, sikap semacam ini mampu membuat setiap orang yang terlibat mengedepankan ego kelompok dan mengesampingkan eksistensi kelompok lain. Yang dianggap hanyalah kelompoknya, tak peduli nasib kelompok lain. Sikap sosialis hanya akan ditunjukkan pada sesamanya. Fenomena ini menjadi sumber pokok terjadinya negativisme sosial(perilaku social menyimpang). Pernyataan ini dirasa tepat dan sesuai dengan fakta yang telah ada. Suatu kelompok akan membuat justifikasi bahwa dirinyalah yang paling benar. Mereka acuh tak acuh pada setiap pendapat yang keluar dari mulut kelompok lain. Bahkan memungkiri dan mengingkari kebenaran yang ada pada kelompok lain.
Yang mereka lihat dan jadikan acuan hanya setitik kesalahan yang ditorehkan oleh kelompok lain. Hal ini secara tidak langsung telah memberi rambu-rambu bahwa kelompok lain harus dibenarkan. Bahkan jika ada  berbuat kesalahan pada salah satu dari anggota kelompok, maka akan dilakukan tuntut balas .
Konflik sosial yang terjadi di Lampung, Ambon, dan Sampit adalah gambaran kecil negativisme sosial akibat dari hanya mengedepankan sikap nasionalisme kelompok. Fanatisme terhadap kelompok yang over adalah pemicunya. Akibatnya, problem-problem kecil jika berkaitan dengan kelompok, akan berubah menjadi problematika kompleks yang berujung pertikaian. Ibarat sebuah tabung gas bocor diperciki dengan sedikit api, terjadilah ledakan besar.
Nasionalisme Bangsa
Peristiwa sepuluh november adalah sebuah potret nyata perwujudan sikap nasionalisme bangsa. Dan nasionalisme seperti inilah yang diharapkan menjadi landasan setiap tindakan masyarakat Indonesia. Fenomena nasionalisme kebangsaan mampu melebur setiap perbedaan, menghilangkan garis-garis kederajatan, menanggalkan nasionalisme kekelompokan, dan mempersatukan semua suku dan kelompok. Bersatu dalam naungan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Nasionalisme kebangsaan mampu membuat pihak manapun yang mempunyai niat mengadu domba berpikir seribu kali. Ragu-ragu dan takut jika usahanya berujung sia-sia. Semangatnya mampu mengalahkan setiap tindak keotoriteran. Dapat diambil contoh Revolusi Iran. Sikap nasionalisme anti kereziman dari rakyat mampu meruntuhkan kekuasaan Syah Reza Pahlevi.
Menilik sejarah yang telah terjadi seharusnya Rakyat Indonesia bisa mengambil ibrah. Menerapkan nasionalisme kebangsaan dalam satu kesatuan dari Sabang sampai Merauke. Tidak ada lagi nasionalisme yang dikelompok-kelompokkan. Merealisasikan nasionalisme sebagai salah satu identitas bangsa. Sehingga mampu menghapus citra Indonesia di mata dunia sebagai Negara Kekerasan. Pertikaian antar warga, kelompok, dan pelajar tidak boleh terulang kembali di Bumi Merah Putih. Yang ada hanyalah persatuan dan gerakan anti kerusuhan dalam satu nasionalisme kebangsaan. Wallahu a’lam bi al-shawab.

0 komentar:

Posting Komentar